SIKAP BOROS DAN TABDZIR DALAM KONSUMSI DAN BERBELANJA MENURUT PANDANGAN ISLAM
Konsumsi yang meningkat bagi sebagian besar kaum muslimin pada saat
bulan Ramadhan dan Idul Fitri merupakan hal yang tidak dapat dihindari.
Apalagi pada saat itu begitu banyaknya makanan dan minuman yang relatif
istimewa, sehingga kita pun kebablasan dalam berbelanja makanan, minuman
dan pakaian. Sebagian dari kita bersikap boros dan berlebihan dalam
pengeluaran untuk konsumsi dan berpakaian karena hanya berdasarkan
mengikuti keinginan hawa nafsu dan bukan berdasarkan kebutuhan.
Agama Islam yang sangat sempurna ini telah memberikan tuntunan dan
petunjuk kepada umatnya agar selalu bersikap sederhana dan melarang dari
sikap boros dan berlebihan dalam konsumsi dan berpakaian. Hal ini
berdasarkan firman Allah ta’ala:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ تُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan makan dan minumlah kalian, tapi janganlah kalian
berlebih-lebihan. Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf 31).
Dan di dalam ayat yang lain Allah berfirman:
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS.
Al Isro’: 26-27).
Berkaitan dengan penafsiran ayat ini, Abdullah bin Mas’ud dan
Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu anhuma mengatakan, “Tabdzir
(pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.”
Mujahid rahimahullah berkata: “Seandainya seseorang menginfakkan
seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir
(pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran
telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir
(pemborosan).”
Dan Qotadah rahimahullah Berkata: “Yang namanya tabdzir (pemborosan)
adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan
yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.” (lihat Tafsir Al
Qur’an Al ‘Azhim, VIII/474-475).
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata bahwa yang dimaksud boros ada dua pendapat di kalangan para ulama:
1. Boros berarti menginfakkan harta bukan pada jalan yang benar. Ini
dapat kita lihat dalam perkataan para pakar tafsir yang telah disebutkan
di atas.
2. Boros berarti penyalahgunaan dan bentuk membuang-buang harta. Abu
‘Ubaidah berkata, “Mubadzdzir (orang yang boros) adalah orang yang
menyalah-gunakan, merusak dan menghambur-hamburkan harta.” (Lihat Zaadul
Masiir, V/ 27-28).
PORSI MAKANAN DAN MINUMAN YANG SESUAI TUNTUNAN NABI Shallallahu Alaihi Wasallam
Di dalam Al-Qur’an surat Al A’raf ayat 31, Allah memberikan petunjuk
kepada para hamba-Nya tentang makan dan minum, yaitu agar tidak
melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak pula melampaui
batas-batas makanan yang dihalalkan. Tujuan makanan dalam islam ialah
untuk mempertahankan kehidupan dan menjamin kondisi tubuh agar selalu
sehat dan kuat untuk bekerja dan beribadah, sehingga kita semua
dianjurkan untuk menjaga keseimbangan makanan, sesuai dengan sabda Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa salam yang diriwayatkan oleh Miqdad bin
Ma’di Karib radhiyallahu anhu, Ia berkata: “Aku pernah mendengar
Rasulullah Shallallahu alami wasallam bersabda :
: “ما ملأ ابن آدم وعاء شراً من بطنه، بحسب ابن آدم لقيمات يقمن صلبه،
فإن كان ولابد فاعلاً فثلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنَفَسِه”
“ Tiada tempat paling buruk selain perut yang diisi oleh manusia.
Cukuplah bagi manusia beberapa suapan sekedar untuk menegakkan tulang
iganya. Jika dia mengisi perutnya, maka sepertiga untuk makanannya,
sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk pernapasan (udara)nya.”
(HR. Ath-Thobrani dan Ibnu Abi AD-Dunya)
HUKUM MEMAKAI PAKAIAN BARU PADA HARI RAYA IDUL FITHRI
Memakai pakaian baru pada hari raya idul fithri telah menjadi budaya
bagi mayoritas kaum muslimin di mana pun mereka berada. Namun benarkah
hal itu disyariatkan (disunnahkAn) dalam agama Islam? Terdapat
dalil-dalil shohih berupa hadits Nabi dan atsar (perkataan) dari para
ulama Ahlus sunah wal jama’ah yang menunjukkan bahwa hal tersebut memang
boleh dan ada tuntunannya. Berikut ini kami akan sebutkan sebagian dari
dalil-dalil syar’i dan atsar tersebut. Diantaranya:
Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma berkata, ‘Umar radhiallahu anhu
mengambil sebuah jubah dari sutera yang dijual di pasar, lalu dia
mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kemudian berkata,
‘Wahai Rasulullah, belilah jubah ini dan berhiaslah dengannya untuk
Hari Raya dan menyambut tamu.’ Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang tidak
mendapatkan bagian (di hari kiamat)”
Imam Al-Bukhari rahimahullah meletakkan hadits ini dengan judul ‘Bab Tentang Dua Hari Raya dan Berhias Di Dalamnya’.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, ‘Hal ini menunjukkan bahwa berhias
pada moment-moment seperti itu sudah sangat dikenal (pada zaman Nabi
shallallahu alaihi sallam dan para sahabat, pent).” (Lihat AL-Mughni,
II/370).
Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata, ‘Hadits ini menunjukkan
diperintahkannya berhias pada Hari Raya dan itu merupakan perkara biasa
pada mereka (masa Nabi dan Shahabat, pent).’ (Lihat Fathul Bari,
karangan Ibnu Rajab, VI/67).
Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata, ‘Kesimpulan, disyariatkannya
berhias pada Hari Raya dari hadits ini didasari oleh persetujuan Nabi
tentang berhias di Hari Raya, adapan pengingkarannya hanya terbatas pada
macam atau jenis pakaiannya, karena dia terbuat dari sutera.” (Lihat
Nailul Authar, III/284)
Demikianlah, hal tersebut terus berlangsung sejak masa shahabat hingga kita sekarang ini.
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata; ‘Al-Baihaqi meriwayatkan
dengan sanad yang shahih dari Nafi bahwa Ibnu Umar pada dua Hari Raya
mengenakan bajunya yang paling bagus.
Dia juga berkata, “Berhias pada hari Id berlaku sama bagi orang yang
berangkat untuk shalat maupun yang duduk di dalam rumahnya, bahkan
termasuk berlaku untuk wanita dan anak-anak.” (Fathul Bari, Ibnu Rajab,
6/68, 72)
Sebagian ulama berkata, ‘Pendapat yang mengatakan bahwa orang yang
i’tikaf hendaknya memakai pakaiannya saat i’tikaf ketika berangkat untuk
shalat Id adalah pendapat yang dilemahkan.”
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rahimahullah berkata,
‘termasuk amalan sunnah pada hari raya adalah berhias, baik bagi orang
yang i’tikat maupun yang tidak.” (Lihat tanya jawab dalam shalat dua
hari raya, hal. 10).
Berhias dan memakai pakaian baru pada hari raya idul fithri itu
meskipun disunnahkan, hanya saja kita tidak boleh terjebak pada sifat
boros dan berlebihan dalam berpakaian ataupun berdandan. Dan tidak boleh
pula kita mengabaikan kriteria pakaian syar’i yang telah ditetapkan di
dalam AL-Qur’an dan AS-Sunnah sehingga mengakibatkan ‘aurat’ kita tidak
terjaga, atau berpakaian terlalu ketat, atau juga terlalu menyolok dan
menarik perhatian banyak orang (baca: tabarruj). Sehingga dosa-dosa yang
telah diampuni Allah selama beribadah di bulan Ramdahan kembali masuk
dalam diri kita. Oleh karenanya, sebaiknya dalam berpakaian tidak
melanggar batasan-batasan syar’i, baik bagi pria maupun wanita. Hal ini
berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُولَى
“Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33).
Catatan: Berhias dan mengenakan pakaian baru bagi wanita berlaku bagi
mereka yang berdiam di dalam rumahnya di depan suami mereka, atau para
wanita atau para mahramnya. Disebutkan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah,
juz 31 hal.116, ‘Ketetapan sunnah adalah memakai pakaian bagus,
membersihkan diri, mengenakan wewangian, memotong rambut dan
menghilangkan bau badan berlaku sama bagi orang yang berangkat shalat Id
atau yang duduk di rumahnya, karena hari itu adalah hari berhias, maka
kedudukannya sama. Ini berlaku bagi selain wanita. Adapun bagi wanita
jika mereka keluar, maka mereka tidak boleh berhias, bahkan hendaknya
dia keluar dengan pakaian sederhana, jangan memakai pakaian yang paling
bagus, tidak juga dibolehkan memakai wewangian, khawatir ada yang
terkena fitnah karenanya. Demikian juga halnya bagi wanita yang telah
tua, atau wanita yang tidak berparas cantik, berlaku pula hukum seperti
itu. Hendaknya mereka juga tidak bercampur baur dengan laki-laki, tapi
menghindar dari mereka.”
KONSEP ISLAM DALAM MEMBELANJAKAN HARTA
Pada saat bulan Ramadhan dan hari raya idul Fitri kita sering melihat
sebagian kaum muslimin bersemangat menjadikan kedua momen tersebut
sebagai ajang untuk membelanjakan atau menghambur-hamburkan uang pada
sesuatu yang ‘manfaatnya’ kurang atau tidak ada atau justru mengandung
madharat (bahaya), Kecuali jika dalam rangka untuk memberikan santunan
kepada kerabat keluarga yang membutuhkan, tetangga yang kurang mampu dan
yang semisalnya. Namun itu jg meskipun boleh dan dianjurkan tetapi
tidak boleh berlebih-lebihan. yakni hendaknya bersikap sederhana dan
pertengahan (tidak boros dan tidak pelit) dalam menginfakkan dan
membelanjakan harta benda. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu)
di tengah-tengah antara yang demikian.” (qS. Al-Furqan: 67).
Demikianlah penjelasan singkat tentang sikap sederhana dalam
konsumsi, berpakaian dan berbelanja. semoga Allah menjadikan kita semua
sebagai hamba-hamba-Nya yang selalu bersikap sederhana dan pertengahan
dalam segala hal yang baik dan dicintai oleh-Nya. Dan semoga Allah
melindungi kita dari sifat boros dan berlebihan dalam makan, minum,
berpakaian dan menginfakkan harta di bulan suci Ramadhan, hari raya Idul
fitri maupun selainnya. Semoga artikel ini menjadi tambahan ilmu yang
bermanfaat bagi kita semua.
(Sumber: Majalah PENGUSAHA MUSLIM Edisi 30 tahun 2012)
jadi buat kita semua yang hendak berbelqanja harus memerhatikan hukum didalamnya utamanya kita tidaqk boleh boros dalam berbelanja ....sama halnya bagi kit yang hendak membeli barang elektronik seperti hp dan sebagainya agar membeli sesuai kebutuhan bukan karena gengsi .........
sekian artikel copas singkat ini semoga bermanfaat bagi yang membacanya dan mengetahuinya
assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh